Layar.id – Bagi kita warga Indonesia, sudah biasa rasanya melihat perkembangan tim nasional sepak bola Indonesia yang sejak duliu begitu saja dan lebih banyak drama ketimbang prestasi. Namun bagi warga Belanda yang diwakili Johan Kramer, gagal lolos Piala Dunia sama dengan Kiamat Kubro alias kiamat besar.
Gara-gara negaranya gagal lolos Piala Dunia 2002 Korea-Jepang, terlintas dipikiran Kramer,kalau tidak lolos Piala Dunia sekali saja sudah menyakitkan, lalu bagaimana perasaan orang-orang yang tidak pernah merasakan negaranya ikut Piala Dunia.
Atas dasar itulah, Johan Kramer yang juga seorang sutradara, berinisiatif membuat film dokumenter tentang sepak bola. Temanya sederhana: laga “Final Tandingan” Piala Dunia, namun yang berlaga adalah dua yang sepak bolanya butut alias peringkat terbawah FIFA.
Dan berkat ide inilah, lahir sebuah film dokumenter sepak bola yang boleh dibilang sederhana, namun meninggalkan perasaan hangat bagi yang menonton.
Alur Cerita
Film berlatar tahun 2002 ini menceritakan tentang “Final” antara dua negara peringkat paling bawah FIFA waktu itu: Bhutan dan Montserrat.
Bhutan adalah negara monarki yang terkurung pegunungan Himalaya. Sementara Montserrat merupakan bagian dari teritorial Britania Raya di timur Karibia.
Laga “final” sendiri digelar di Bhutan karena selain menantang dan indah, kondisi negara Montserrat tengah porak poranda akibat bencana alam sehingga tidak memungkinkan untuk diadakan pertandingan sepak bola.
Pertandingan digelar di Changlimithang Stadium, di ibu kota Bhutan, Thimphu. Seluruh warga Bhutan tumpah ruah. Bhutan menang telak 4-0 atas Montserrat lewat hattrcik Wangay Dorji dan Dinesh Chhetri.
Ulasan Film
Bagi pelayar yang ingin menyaksikan sepak bola yang benar-benar murni sepak bola, maka The Other Final adalah sasaran yang tepat.
Tanpa intervensi, tanpa bisnis yang walaupun tanpa ini sepak bola tidak akan berjalan, dan yang pasti tentang persahabatan antar negara yang terpisah jarak, ras, dan budaya. Semuanya disatukan lewat sepak bola. Bahkan piala yang diberikan pun ternyata bisa dibelah menjadi dua bagian.
Ide “final” ini juga mendapat sambutan positif termasuk dari wasit Liga Premier Inggris dan wasit FIFA, Steve Bennett bahkan antusias ketika mendapat tawaran sebagai pengadil dalam laga tersebut. Bahkan pelatih asal Belanda, Arie Schans juga secara sukarela menjadi arsitek sementara tim nasional Bhutan.
Dan ada sedikit kejadian menarik, Johan Kramer mencoba melobi dua perusahaan apparel ternama untuk menjadi sponsor laga ini. Namun mendapatkan penolakan karena menilai tidak ada untungnya untuk menjadi sponsor laga final-finalan ini. Suatu bukti jika negara kecil sulit mendapatkan perhatian yang layak dan hanya dianggap sebagai konsumen.
Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi layar.id.