Connect with us

Hi, what are you looking for?

Film

Review 24 Jam Bersama Gaspar, Terlalu Berat

Review 24 Jam bersama gaspar

Layar.id – Mungkin kata terlalu berat ini sedikit mewakili beberapa komentar pedas bahkan pertanyaan buat film ini. Apakah mungkin kalau 24 Jam Bersama Gaspar adalah film njlimet? Mungkin pertanyaan Review 24 Jam Bersama Gaspar adalah bentuk rasa sayang kita ke film ini.

Review 24 Jam Bersama Gaspar

Pasalnya, film seperti ini bakalan jadi noir-dystopian pertama di Indonesia. Atau film action dengan dystopian andalan para sineas. Sayangnya kenapa bisa film penuh potensi ini jadi terkesan berat dan hambar? Apakah ada yang luput atau memang banyak orang menganggap kalau ini film sastra? Okelah kita bahas kali ini 24 Jam Bersama Gaspar.

Gaspar dan Segala Imajiner Penulis Tidak Kesampaian

Entah kenapa penulis skenario seperti M. Irfan Ramli sepertinya masih bingung mau melihat darimana POV cerita dari karya Sabda Armandio tersebut. Mulai dari kisah Gaspar dengan Kik yang sepatutnya jadi tanda tanya apakah mereka pernah jadian saja sudah bikin kepala pening bukan main.

Review 24 Jam bersama gaspar

Sedangkan dari awal film saja, Gaspar oleh Reza Rahadian dan Agnes oleh Shenina Cinnamon tampak seperti ada ruang hampa antara keduanya. Tidak terjalin koneksi yang sangat apik layaknya perannya Reza Rahadian lain. Satu sisi, Njet sendiri berikan warna baru dengan kebersamaannya dengan kik.

Kenapa ya, kalau Kristo ini punya peluang bisa jadi karakter lebih baik bahkan bersanding dengan Laura Basuki. Namun semua pemain inti di film ini seperti bingung dengan caranya berinteraksi. Apa karena bahasa Indonesia yang kaku? Tidak juga.

Review 24 Jam bersama gaspar

Review 24 Jam bersama gaspar

Lantas, kenapa bisa terjadi masalah ini? kenyataannya memang penulis skenario sendiri seperti clueless dengan dunia distopia.

Baca Juga: Sinopsis Film 24 Jam Bersama Gaspar

Beda dengan Konsep dari Sutradara

Kalau persoalan konsep, Yosep Anggi Noen memang selalu berikan kesan berbeda. Dari beberapa filmnya sendiri sudah terlihat konsep yang ia usung itu selalu menunjukkan apa itu dunia distopia. Bayangkan set tempat sampai obrolan serta semua properti menggambarkan seperti apa bentukan dari apa yang tersaji di novel tersebut.

Pasalnya, kalau dari set dan properti sendiri sudah lebih baik lantas kenapa bisa skenario-nya tidak berkesan sekali. Padahal ruh dari film ini adalah dialog yang bernas dan juga mengalir. Sayang sekali, 24 Jam Bersama Gaspar hanyalah film Dystopian saja tanpa arah sama sekali. Untuk nilainya, 2/5.

Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi layar.id.
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Baca Juga